Diterpa kasus gagal bayar serentak dari enam borrower, Akseleran hentikan pendanaan sejak Februari 2025. Rasio kredit macet melonjak drastis hingga 57,6%. Ini langkah penyelamatan yang ditempuh manajemen dan tanggapan dari OJK serta lender.
TradeSphereFx – Industri fintech peer-to-peer (P2P) lending kembali diguncang. PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia (Akseleran), salah satu pemain besar di sektor ini, terjerat masalah gagal bayar massal yang memaksa perusahaan membekukan pendanaan sejak pertengahan Februari 2025.
Masalah ini mencuat setelah enam borrower yang mendapatkan pendanaan melalui platform Akseleran gagal memenuhi kewajibannya secara bersamaan pada Maret 2025. Fakta ini diungkapkan langsung oleh Komisaris Utama dan Co-Founder Akseleran, Ivan Nikolas Tambunan, dalam pertemuan dengan media.
“Kami mengetahui adanya persoalan pada awal Februari, dan segera mengambil tindakan dengan menghentikan proses refinancing kepada borrower,” ungkap Ivan pada Senin (23/6/2025).
Kronologi Gagal Bayar Berawal dari Kebijakan Refinancing
Berdasarkan dokumen internal yang diperoleh, enam borrower tersebut sebelumnya telah mendapatkan refinancing secara berulang—yakni pendanaan kembali untuk menutup pinjaman lama. Keputusan ini merupakan kebijakan Direktur Utama Akseleran, Christopher Gultom, yang diketahui oleh Chief Risk Officer.
Dalam pengakuan Ivan, jajaran pimpinan lain seperti dirinya sendiri, Direktur Keuangan Mikhail Tambunan, dan Direktur Legal & Compliance Ketty Novia tidak dilibatkan dalam keputusan tersebut. Mereka baru mengetahui situasi refinancing bermasalah ini pada awal Februari 2025.
Ketika pembayaran yang dijanjikan para borrower tidak terealisasi, dan refinancing dihentikan, gagal bayar pun terjadi secara serentak.
TWP90 Melejit Tajam Hingga 57,6% per Juni 2025
Salah satu dampak langsung dari kegagalan pembayaran ini adalah melonjaknya Tingkat Wanprestasi di atas 90 hari (TWP90)—indikator kunci untuk mengukur kredit macet dalam industri fintech lending.
Menurut data di situs resmi Akseleran per 24 Juni 2025, TWP90 mencapai 57,6%, melonjak tajam dari 37,88% per 20 Mei 2025. Ivan menegaskan, peningkatan TWP90 ini tidak terhindarkan karena tidak ada pendanaan baru yang masuk—hanya tersisa piutang yang macet.
“Saat pendanaan dihentikan, maka otomatis tidak ada cash flow segar yang masuk. Hanya tersisa kredit macet yang belum tertagih,” jelas Ivan.
Langkah Pemulihan: Fokus Penagihan & Cari Investor
Meski dalam tekanan, Akseleran tidak tinggal diam. Ivan menyampaikan bahwa perusahaan kini fokus pada dua strategi utama:
- Maksimalisasi proses penagihan terhadap enam borrower bermasalah.
- Mencari investor strategis untuk menyuntikkan modal atau menjalin kerja sama yang dapat memperbaiki posisi likuiditas dan mengembalikan dana lender.
Sejak insiden ini, Akseleran juga secara proaktif berkomunikasi dengan lender dan OJK, serta membuka dialog rutin baik secara daring maupun luring guna menyampaikan perkembangan kasus.
“Transparansi kepada lender adalah prioritas kami. Semua informasi kami sampaikan secara terbuka,” ujar Ivan.
Keputusan Hentikan Pendanaan adalah Langkah yang Tak Terhindarkan
Keputusan Akseleran untuk menghentikan pendanaan sejak pertengahan Februari 2025 dianggap sebagai langkah pencegahan kerugian lebih luas. Namun, di sisi lain, hal ini juga mempercepat lonjakan kredit bermasalah karena tidak adanya dana segar yang masuk untuk mendukung keberlanjutan operasional pinjaman yang masih berjalan.
Ivan menambahkan, “Jika refinancing terus dilakukan, maka risiko sistemik makin besar. Kami memilih menekan kerugian meski dengan konsekuensi jangka pendek.”
Dampak ke Lender & Respons OJK
Para lender yang dananya tertahan akibat kasus ini menjadi pihak yang paling terdampak. Meski begitu, Akseleran mengupayakan penyelesaian semaksimal mungkin, termasuk membuka opsi restrukturisasi dan pelaporan progres setiap bulan.
Di sisi lain, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus memantau dan berkoordinasi dengan Akseleran. Ivan menyebutkan bahwa komunikasi dengan regulator berjalan lancar, dan perusahaan terus melaporkan perkembangan penanganan kasus secara periodik.
Risiko Refinancing dalam Fintech Lending
Kasus Akseleran menjadi pengingat serius akan bahaya praktik refinancing yang tidak diawasi secara ketat dalam industri P2P lending. Meski refinancing dapat menjadi solusi jangka pendek untuk mendukung arus kas borrower, tanpa transparansi dan analisis risiko mendalam, praktik ini dapat memicu bencana finansial.
Jalan Panjang Pemulihan
Akseleran kini menghadapi tantangan berat untuk memulihkan kepercayaan lender dan menjaga keberlangsungan usaha. Dengan TWP90 yang sudah melampaui ambang batas sehat dan situasi keuangan borrower yang belum stabil, pemulihan ini jelas tidak instan.
Namun, dengan komitmen komunikasi terbuka, upaya penagihan yang konsisten, dan pencarian investor strategis, peluang pemulihan masih terbuka. Industri fintech, khususnya sektor P2P lending, juga diharapkan belajar dari kasus ini agar transparansi, tata kelola, dan mitigasi risiko dapat ditingkatkan demi mencegah insiden serupa di masa depan.