5 Fakta di Balik Isu Bank Indonesia Menjual 13 Ton Emas: Benarkah Cadangan Emas RI Berkurang?

TON

TradeSphereFx – World Gold Council sebut BI menjual 13 ton emas, tapi data resmi BI justru menunjukkan kenaikan cadangan emas 24,77%. Simak analisis lengkapnya di sini.

Isu bahwa Bank Indonesia (BI) menjual cadangan emas sebesar 13 ton menggemparkan publik dan pasar keuangan pada awal Oktober 2025.
Kabar ini berasal dari laporan World Gold Council (WGC) bertajuk “Central Bank Gold Statistics: Central Bank Gold Buying Rebounds in August”, yang menyebut BI melepas sebagian kepemilikan emasnya pada Juli dan Agustus 2025.

Namun, data resmi BI justru memperlihatkan hal yang berbeda. Lembaga tersebut mencatat bahwa nilai cadangan emas Indonesia justru tumbuh 24,77% sepanjang 2025.
Lantas, mana yang benar? Apakah BI benar-benar menjual emas, ataukah hanya perbedaan metode pencatatan data antar lembaga internasional?

Untuk menjawabnya, mari kita bedah lima fakta utama di balik isu ini.

1. Asal Mula Isu Penjualan 13 Ton Emas

WGC dalam laporannya tanggal 3 Oktober 2025 menyebutkan bahwa Bank Indonesia menjual total 13 ton emas, terdiri atas 11 ton pada Juli dan 2 ton pada Agustus 2025.
Data WGC tersebut didasarkan pada laporan International Monetary Fund (IMF) dan data resmi yang dikumpulkan dari bank-bank sentral dunia.

Menurut perhitungan IMF, cadangan emas BI per Agustus 2025 tercatat 2,11 juta fine troy ounce atau sekitar 72,34 ton, turun dari 86,74 ton pada Juni. Penurunan ini setara dengan 13 ton atau sekitar Rp22,8 triliun jika dikonversi dengan harga emas dan kurs pada periode tersebut.

Temuan ini menjadi dasar munculnya rumor bahwa BI melepas sebagian cadangan emasnya di tengah gejolak nilai tukar rupiah.

2. Data BI Justru Menunjukkan Kenaikan Cadangan

Sementara itu, catatan resmi BI — sebagaimana tertera dalam laporan Special Data Dissemination Standard (SDDS) — menampilkan angka yang berbeda.
BI mencatat cadangan emas per akhir September 2025 senilai USD 9,93 miliar atau sekitar Rp165,75 triliun (kurs Rp16.692 per dolar AS). Nilai ini naik dari USD 8,81 miliar pada Agustus.

Jika dikonversi dengan harga emas global pada akhir Agustus 2025, yaitu USD 3.449,3 per troy ounce, maka kepemilikan emas BI setara dengan sekitar 87,42 ton — justru lebih tinggi dari angka yang diklaim IMF.

Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, membantah kabar penjualan emas tersebut. Ia menegaskan bahwa semua informasi resmi terkait cadangan devisa dan emas hanya dapat dirujuk melalui situs resmi Bank Indonesia.
“Tidak ada penjualan emas sebagaimana yang diberitakan. Data resmi BI menunjukkan peningkatan nilai cadangan emas kami,” tegas Denny, 7 Oktober 2025.

3. Mengapa Bank Sentral Menyimpan Emas?

Untuk memahami pentingnya isu ini, kita perlu kembali pada sejarah cadangan emas bank sentral.
Pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20, emas digunakan sebagai standar nilai mata uang di era Gold Standard. Setiap lembar uang kartal harus dijamin oleh jumlah emas tertentu di cadangan negara.

Namun setelah 1944, sistem itu digantikan oleh Sistem Bretton Woods, di mana dolar AS dijamin oleh emas, dan mata uang negara lain mengaitkan nilainya ke dolar.
Sejak runtuhnya sistem tersebut pada 1971, dunia beralih ke sistem nilai tukar mengambang (fiat money), di mana nilai uang bergantung pada kepercayaan publik dan kebijakan pemerintah.

Meskipun emas tak lagi menjadi penentu nilai mata uang, bank-bank sentral masih menyimpan emas sebagai bagian dari cadangan devisa, dengan tiga fungsi utama:

  1. Lindung nilai (safe haven) terhadap fluktuasi mata uang dan inflasi global.

  2. Diversifikasi portofolio agar tidak bergantung pada dolar AS semata.

  3. Menjaga kepercayaan pasar dan stabilitas ekonomi nasional.

Menurut David Sumual, Kepala Ekonom BCA, sejak pandemi Covid-19 banyak bank sentral menambah porsi emas dalam cadangan mereka.
“Negara-negara non-produsen emas justru paling agresif menambah kepemilikan emas untuk diversifikasi,” ujarnya.
Tren ini ikut mendorong harga emas dunia yang kini menembus USD 4.020 per troy ounce, naik 54,14% secara tahunan.

4. Cadangan Devisa dan Fungsi Emas bagi Indonesia

Per September 2025, total cadangan devisa Indonesia mencapai USD 148,7 miliar atau sekitar Rp2.482 triliun. Dari jumlah tersebut, 6,67% berupa emas, sedangkan 86,69% dalam bentuk mata uang utama asing seperti dolar AS dan euro.
Sisa cadangan berasal dari aset internasional IMF, termasuk Special Drawing Rights (SDR).

Cadangan devisa berfungsi penting:

  • untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah,

  • membayar kewajiban internasional dan utang luar negeri, serta

  • menjadi dana darurat bila terjadi krisis ekonomi atau tekanan likuiditas.

Dengan struktur ini, kepemilikan emas BI berperan sebagai komponen stabilisasi — bukan instrumen yang mudah diperjualbelikan setiap saat.

5. Apakah Benar BI Menjual Emas? Analisis Angka dan Logika

Untuk membuktikan apakah ada penjualan emas, para ekonom menggunakan pendekatan sederhana: bandingkan pertumbuhan nilai cadangan emas BI dengan kenaikan harga emas global.

Jika pertumbuhan cadangan lebih rendah dari kenaikan harga emas dunia, bisa diindikasikan adanya penjualan emas.
Namun, bila pertumbuhannya sejalan atau lebih tinggi, berarti BI tidak melakukan penjualan.

Dalam kasus ini, data BI menunjukkan pertumbuhan cadangan emas 24,77% sejak Januari hingga September 2025, sejalan dengan kenaikan harga emas global 23,31%.
Artinya, logika ekonomi menunjukkan BI tidak menjual emasnya.
Perbedaan data dengan WGC kemungkinan besar muncul karena perbedaan metode pelaporan dan waktu pencatatan antara BI, IMF, dan WGC.

Munculnya isu penjualan 13 ton emas oleh Bank Indonesia menyoroti pentingnya transparansi dan konsistensi data antar lembaga internasional.
Faktanya, berdasarkan data resmi BI, tidak ada penjualan emas yang dilakukan pada Juli–Agustus 2025.
Sebaliknya, cadangan emas nasional justru tumbuh positif dan menjadi salah satu penopang stabilitas ekonomi di tengah ketidakpastian global.

Dengan harga emas dunia yang terus naik dan ketegangan geopolitik yang masih tinggi, emas tetap menjadi aset strategis bagi bank sentral, termasuk Indonesia — bukan untuk dijual, melainkan untuk menjaga kepercayaan, stabilitas, dan kekuatan moneter nasional.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *