Deposito Terancam Tak Menarik? Ekonom Bongkar Dampak Penurunan LPS Rate terhadap Simpanan Masyarakat

Deposito Terancam Tak Menarik

Pemangkasan LPS rate 25 bps menurunkan daya tarik deposito, namun keamanan dan likuiditas tetap membuat masyarakat bertahan di bank. Ekonom menilai pentingnya sinkronisasi kebijakan fiskal, moneter, dan investasi agar dana tetap produktif mendorong pertumbuhan ekonomi.

TradeSphereFx – Keputusan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memangkas tingkat bunga penjaminan (TBP) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,5% untuk simpanan rupiah di bank umum kembali memantik diskusi di kalangan ekonomi dan perbankan. Pemangkasan suku bunga penjaminan ini memunculkan pertanyaan besar: apakah deposito masih menarik bagi masyarakat?

Menurut Dzulfian Syafrian, Chief Economist Perbanas, langkah LPS ini memang berpotensi menurunkan minat masyarakat terhadap deposito. Sebab, semakin rendah bunga penjaminan, semakin kecil pula daya tarik imbal hasil yang diperoleh deposan. Namun, Dzulfian menegaskan bahwa dampaknya tidak akan terjadi secara instan.

“Dampaknya tidak serta-merta drastis karena butuh waktu untuk transmisi di pasar,” ujarnya kepada media (23/9/2025).

Keamanan dan Likuiditas Tetap Jadi Faktor Utama

Meskipun bunga deposito mengalami penurunan daya tarik, masyarakat pada umumnya tetap menempatkan dana mereka di bank. Hal ini lantaran dua faktor utama: keamanan dan likuiditas.

  1. Keamanan Terjamin – Simpanan masyarakat di bank dilindungi oleh LPS hingga batas tertentu, sehingga risiko kehilangan dana relatif rendah.
  2. Likuiditas Tinggi – Akses terhadap dana lebih mudah dibandingkan instrumen investasi lain seperti obligasi atau saham.

Dengan alasan ini, meski imbal hasil menurun, deposito masih dianggap kompetitif. Dzulfian menambahkan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap bank masih sangat tinggi, sehingga perbankan tetap menjadi pilihan utama bagi mayoritas nasabah.

Potensi Pergeseran Dana ke Instrumen Non-Bank

Walau demikian, Dzulfian tidak menutup kemungkinan adanya pergeseran dana masyarakat ke instrumen lain. Beberapa instrumen yang berpotensi menjadi tujuan alternatif antara lain:

  • Obligasi pemerintah dan korporasi
  • Instrumen pasar modal seperti saham atau reksa dana
  • Produk investasi berbasis pasar uang

Dengan turunnya bunga penjaminan, sebagian masyarakat yang mencari imbal hasil lebih tinggi bisa terdorong mencoba instrumen di luar perbankan.

Namun, Dzulfian memberi catatan penting: selama perpindahan dana ini tidak masif, stabilitas likuiditas perbankan masih dapat terjaga.

“Yang perlu dijaga adalah jangan sampai perpindahan dana ini bersifat masif, sehingga menimbulkan tekanan pada likuiditas perbankan itu sendiri,” tegasnya.

Pentingnya Sinkronisasi Kebijakan

Dzulfian menilai bahwa kebijakan penurunan LPS rate harus disertai dengan sinkronisasi kebijakan moneter, fiskal, dan pasar keuangan. Jika tidak, maka manfaat dari kebijakan tersebut tidak akan maksimal.

Menurutnya, likuiditas longgar yang tercipta di perbankan perlu disalurkan ke sektor produktif melalui:

  • Percepatan belanja pemerintah untuk mendorong permintaan domestik.
  • Pemberian insentif investasi yang menarik bagi pelaku usaha.
  • Pemanfaatan dana jumbo perbankan agar tidak kembali mengendap di Bank Indonesia atau Surat Berharga Negara (SBN).

Dana Rp200 Triliun Jangan Mengendap Lagi

Pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjadi perhatian serius. Ia mengingatkan agar dana pemerintah sebesar Rp200 triliun yang ditempatkan di bank-bank BUMN tidak kembali parkir di instrumen aman seperti SBN atau Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Tujuan awal kucuran dana ini adalah menggerakkan sektor riil, bukan sekadar mempertebal likuiditas bank. Namun tanpa insentif dan strategi distribusi yang tepat, besar kemungkinan dana jumbo tersebut hanya akan kembali tersimpan di instrumen keuangan, bukan produktif menggerakkan perekonomian.

Tantangan dan Arah Kebijakan ke Depan

Kondisi saat ini menuntut pemerintah, otoritas moneter, dan perbankan untuk saling bersinergi. Ada beberapa tantangan utama yang perlu diperhatikan:

  1. Menjaga Likuiditas – Jangan sampai dana masyarakat berbondong-bondong keluar dari bank sehingga memperlemah stabilitas sektor perbankan.
  2. Meningkatkan Penyaluran Kredit – Likuiditas longgar di bank harus disalurkan ke pembiayaan sektor riil, UMKM, dan investasi produktif.
  3. Mengoptimalkan Belanja Negara – Percepatan realisasi anggaran dapat mendukung pertumbuhan ekonomi secara langsung.
  4. Menyeimbangkan Sektor Keuangan dan Riil – Agar pertumbuhan tidak hanya terlihat di neraca bank, tetapi juga nyata dalam perekonomian masyarakat.

Pemangkasan LPS rate sebesar 25 bps memang menurunkan daya tarik deposito secara nominal. Namun, faktor keamanan, likuiditas, dan kepercayaan tinggi terhadap bank membuat simpanan di perbankan tetap relevan.

Meski begitu, potensi pergeseran sebagian dana masyarakat ke instrumen non-bank tidak bisa diabaikan. Agar kebijakan ini tidak berdampak negatif pada likuiditas perbankan, sinkronisasi antara kebijakan moneter, fiskal, dan insentif investasi sangat penting.

Jika pemerintah berhasil mempercepat belanja negara serta memastikan dana jumbo perbankan masuk ke sektor riil, maka penurunan LPS rate justru bisa menjadi katalis pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif.

One thought on “Deposito Terancam Tak Menarik? Ekonom Bongkar Dampak Penurunan LPS Rate terhadap Simpanan Masyarakat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *