Purbaya Respons Tantangan Demul soal Dana Pemda Jabar Mengendap Rp4 Triliun: Periksa Sendiri, Tegasnya!

pemda

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menanggapi bantahan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi terkait isu dana Pemda Jabar mengendap Rp4 triliun. Simak penjelasan lengkap dan tanggapan keduanya di sini.

Isu mengenai Dana Pemda Jabar Mengendap Rp4 Triliun mencuat ke publik setelah adanya laporan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2025.
Dalam laporan tersebut disebutkan bahwa terdapat peningkatan jumlah dana milik pemerintah daerah (pemda) yang tersimpan di perbankan. Salah satu wilayah yang disebut mengalami peningkatan signifikan adalah Provinsi Jawa Barat.

Data yang dikutip Kemenkeu bersumber dari sistem pemantauan Bank Indonesia (BI), yang mencatat posisi dana pemerintah daerah di berbagai bank per September 2025. Dari data tersebut, diketahui bahwa dana pemda di perbankan memang meningkat cukup besar dibandingkan periode sebelumnya.
Angka Rp4,1 triliun pun muncul dalam konteks ini, dan dikaitkan dengan dana milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar). Hal ini memicu polemik di ruang publik karena angka tersebut dinilai sangat besar dan menimbulkan pertanyaan apakah dana itu benar-benar “mengendap” tanpa digunakan secara optimal.

Respons Tegas dari Menteri Keuangan Purbaya

Menanggapi munculnya kontroversi ini, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memberikan tanggapan tegas kepada awak media. Purbaya menekankan bahwa data yang ia paparkan sebelumnya bukanlah hasil analisis pribadi, melainkan bersumber langsung dari Bank Indonesia.

“Tanya aja ke Bank Central, itu kan data dari sana. Harusnya dia (KDM) cari, kemungkinan besar anak buahnya ngibulin dia. Itu dari laporan perbankan, data Pemda,” ujar Purbaya di kantornya, Selasa (21/10).

Ia menjelaskan bahwa dirinya tidak pernah menyebut secara spesifik nama daerah tertentu, termasuk Jawa Barat. Menurutnya, yang ia sampaikan hanyalah gambaran umum bahwa dana milik pemda di seluruh Indonesia yang tersimpan di bank meningkat secara nasional.

“Saya nggak pernah describe data Jabar kan. Saya bilang, data di perbankan sekian punya Pemda, dan data itu dari sistem keuangan bank sentral,” tegasnya.

Lebih lanjut, Purbaya menilai bahwa pengecekan dan klarifikasi atas data keuangan tersebut bukanlah tanggung jawab Kemenkeu. Ia menegaskan, pihak yang paling berwenang untuk memastikan kebenaran data dana daerah adalah masing-masing pemerintah daerah.

“Saya bukan pegawai Pemda Jabar. Kalau dia mau periksa, periksa aja sendiri. Itu data dari sistem monitoring BI yang dilaporkan oleh perbankan setiap hari atau setiap minggu. Seperti itu datanya,” tambahnya.

Dengan pernyataan itu, Purbaya seolah ingin menegaskan bahwa Kemenkeu hanya menyampaikan hasil pemantauan BI, tanpa menuduh adanya penyimpangan di daerah tertentu.

Bantahan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi

Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) memberikan bantahan keras terhadap klaim yang menyebutkan adanya Dana Pemda Jabar Mengendap Rp4 Triliun. Dalam unggahan video di akun Instagram pribadinya, Dedi menegaskan bahwa setelah dilakukan pengecekan, tidak ditemukan dana sebesar itu di rekening kas daerah.

“Saya bolak-balik ke BJB nanyain, kumpulin staf, marahin staf, ternyata tidak ada dibuka di dokumen. Kasda juga tidak ada,” ujar Dedi dalam video tersebut.

Dedi bahkan menantang siapa pun, termasuk pihak pemerintah pusat, untuk memberikan bukti konkret terkait keberadaan dana tersebut. Ia juga menyatakan kesiapannya untuk diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) apabila memang benar dana sebesar Rp4,1 triliun itu ditemukan di perbankan atas nama Pemprov Jabar.

“Saya nyari tadi karpet diangkatin, kursi dibalikin, laci ruangan saya dibukain ternyata Rp4,1 triliun tidak ada,” katanya berseloroh dalam video tersebut.

Namun begitu, Dedi mengakui bahwa memang terdapat dana sekitar Rp2,3 triliun yang masih berada di rekening Pemda Jabar. Ia menjelaskan, dana itu bukanlah dana yang diendapkan, melainkan alokasi anggaran untuk pembayaran proyek dan kewajiban kepada pihak ketiga menjelang akhir tahun anggaran.

“Dana itu untuk bayar kontrak pekerjaan Pemda Jabar — jalan, jembatan, irigasi, PJU, ruang kelas baru sekolah, perbaikan gedung rumah sakit, dan banyak lagi,” tegas Dedi.

Dengan penjelasan itu, Dedi ingin menegaskan bahwa dana yang masih tersisa di rekening pemerintah daerah bukan berarti tidak digunakan, melainkan sedang menunggu proses pembayaran kegiatan pembangunan yang sedang berjalan.

Analisis dan Konteks Data Keuangan Pemda

Dalam konteks keuangan daerah, isu dana mengendap di bank memang kerap menjadi perhatian publik dan pemerintah pusat. Dana yang tersimpan di bank oleh pemerintah daerah sering kali dianggap sebagai indikator rendahnya penyerapan anggaran.
Namun, faktanya tidak semua dana yang “mengendap” berarti tidak digunakan atau disalahgunakan.

Menurut laporan dan panduan dari Bank Indonesia, dana kas daerah di bank bisa berasal dari berbagai sumber, seperti:

  • Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) tahun sebelumnya,
  • Dana transfer pusat yang belum disalurkan,
  • atau pembayaran proyek yang masih dalam proses administrasi.

Beberapa penyebab umum dana mengendap antara lain:

  1. Keterlambatan proses administrasi pencairan dana proyek.
  2. Hambatan dalam realisasi kegiatan fisik di lapangan.
  3. Kebijakan kehati-hatian pemerintah daerah menjelang akhir tahun fiskal agar tidak terjadi kesalahan penggunaan anggaran.

Karena itu, besarnya dana di rekening pemda tidak serta-merta menandakan adanya kelalaian, melainkan bisa disebabkan faktor teknis atau regulasi yang sedang berjalan.

Transparansi Keuangan Daerah dan Peran Bank Indonesia

Peran Bank Indonesia dalam memantau keuangan daerah sangat penting. Melalui sistem monitoring keuangan daerah, BI melaporkan posisi dana pemerintah daerah secara berkala kepada Kementerian Keuangan. Tujuannya adalah menjaga transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi penggunaan dana publik.

Dalam kasus Dana Pemda Jabar Mengendap Rp4 Triliun, Purbaya menilai bahwa koordinasi antara BI, Kemenkeu, dan pemerintah daerah perlu diperkuat agar tidak terjadi kesalahpahaman informasi.
Sementara itu, Dedi Mulyadi menekankan pentingnya keterbukaan data dari pusat agar pemerintah daerah dapat memberikan klarifikasi secara akurat kepada masyarakat.

Ke depan, kolaborasi antarinstansi dan sistem pelaporan digital yang terintegrasi diharapkan dapat mengurangi potensi kesalahan persepsi semacam ini.

Kontroversi mengenai Dana Pemda Jabar Mengendap Rp4 Triliun memperlihatkan pentingnya komunikasi dan sinkronisasi data antara pemerintah pusat dan daerah.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan data yang ia sampaikan bersumber dari sistem BI, sementara Gubernur Dedi Mulyadi membantah dan menyebut dana yang ada digunakan untuk membayar berbagai proyek pembangunan di Jawa Barat.

Perbedaan pandangan ini seharusnya tidak dilihat sebagai konflik, melainkan momentum untuk memperkuat transparansi keuangan daerah dan memastikan seluruh dana publik digunakan secara optimal bagi kepentingan masyarakat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *