Insentif Mobil Listrik China Dihapus, Toyota Desak Kolaborasi Demi Pulihkan Industri Otomotif Indonesia

Insentif Mobil Listrik China Dihapus

Insentif impor mobil listrik utuh (CBU) dari China resmi dihapus tahun ini. Toyota menilai langkah ini berdampak pada semua pemain EV dan mendorong kolaborasi lintas sektor untuk menghidupkan kembali industri otomotif nasional.

TradeSphereFx –  Kebijakan pemerintah terkait kendaraan listrik kembali menjadi sorotan. Insentif impor mobil listrik utuh (CBU) dari China yang selama ini dinikmati sejumlah merek ternama seperti BYD, Aion, Maxus, hingga Geely dipastikan berakhir pada tahun ini.

Insentif tersebut selama ini membantu harga mobil listrik asal Negeri Tirai Bambu menjadi lebih kompetitif di pasar Indonesia. Namun, berakhirnya kebijakan ini disebut-sebut sebagai tanda berakhirnya masa “honeymoon” bagi mobil listrik impor dari China.

Toyota Buka Suara

Menanggapi perkembangan ini, Marketing Director PT Toyota-Astra Motor (TAM), Jap Ernando Demily, menyampaikan pandangannya. Menurutnya, dampak penghapusan insentif ini tidak hanya dirasakan oleh merek asal China, tetapi juga oleh seluruh pemain kendaraan listrik berbasis baterai (Battery Electric Vehicle/BEV) di Indonesia.

“Dampak penghapusan insentif mobil listrik China atau honeymoon periode, mari cermati sama-sama dulu karena impaknya ke semua pemain BEV di Indonesia. Jadi, kita lihat beberapa bulan ke depan bagaimana pengaruhnya,” ujar Ernando di Menara Astra, Selasa (23/9/2025).

Dengan kata lain, Toyota memilih untuk menunggu perkembangan pasar sebelum mengambil kesimpulan, sembari tetap menekankan perlunya strategi jangka panjang yang lebih komprehensif.

Pasar Otomotif Sedang Stagnan

Lebih jauh, Ernando menyoroti kondisi pasar otomotif Indonesia dalam beberapa tahun terakhir yang cenderung stagnan, bahkan mengalami penurunan di beberapa segmen.

“Kondisi market beberapa tahun ini stagnan, bahkan cenderung turun. Kita harap sesama pelaku industri otomotif dan berbagai stakeholder—seperti pemerintah sebagai policy maker, kami dari industri, dan financing company—bisa memikirkan kolaborasi agar industri tumbuh lagi,” ungkapnya.

Pernyataan ini menunjukkan bahwa masalah industri otomotif tidak hanya berhenti pada soal insentif, tetapi juga menyangkut daya beli masyarakat, dukungan kebijakan, serta kesiapan seluruh rantai ekosistem otomotif.

Perlunya Kebijakan Jangka Panjang

Ernando menekankan pentingnya kebijakan yang tidak sekadar bersifat sementara seperti insentif, melainkan yang mampu mendorong pertumbuhan industri secara menyeluruh.

Menurutnya, industri otomotif memiliki efek ganda (multiplier effect) yang luas terhadap perekonomian, mulai dari produsen tier 1, tier 2, tier 3, dealer, perusahaan karoseri, hingga jasa logistik.

“Harapannya, semoga apapun policy yang diambil bisa mendorong industri otomotif di Indonesia tumbuh lebih sehat. Dengan membangun industri yang kuat, maka multiplier effect akan terasa ke semua level. Saat ini saja, ada sekitar 350 ribu orang yang terlibat di ekosistem Toyota,” jelas Ernando.

Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa keberlanjutan industri otomotif lokal tidak hanya penting bagi produsen, tetapi juga bagi jutaan pekerja yang menggantungkan hidup pada ekosistem ini.

Perubahan Arah: Wajib Produksi Lokal

Berakhirnya insentif impor mobil listrik dari China juga membawa konsekuensi baru bagi para pemain global. Kini, produsen otomotif yang ingin menjual mobil listrik di Indonesia diwajibkan memiliki rencana perakitan lokal (local production).

Kebijakan ini sejalan dengan strategi pemerintah untuk membangun ekosistem kendaraan listrik yang lebih berkelanjutan di dalam negeri. Selain itu, langkah ini juga dimaksudkan untuk menarik investasi manufaktur dari berbagai pemain internasional agar Indonesia tidak hanya menjadi pasar, tetapi juga basis produksi.

Bagi pemerintah, industrialisasi kendaraan listrik merupakan salah satu cara memperkuat ketahanan industri nasional sekaligus mendukung transisi menuju energi bersih.

Masa Depan Industri EV Indonesia

Industri otomotif Indonesia kini berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, penghapusan insentif akan membuat harga mobil listrik impor berpotensi naik, sehingga dapat memperlambat penetrasi pasar. Di sisi lain, kewajiban produksi lokal bisa mempercepat tumbuhnya ekosistem manufaktur kendaraan listrik dalam negeri.

Bagi Toyota, langkah ini harus diimbangi dengan kebijakan menyeluruh yang mendukung semua lini. Kolaborasi lintas sektor—antara pemerintah, produsen otomotif, lembaga pembiayaan, dan pelaku rantai pasok—dinilai krusial untuk menjaga keberlanjutan industri.

Penghapusan insentif impor mobil listrik asal China menandai fase baru bagi industri otomotif Indonesia. Toyota menilai dampaknya akan dirasakan oleh seluruh pemain BEV, bukan hanya merek Tiongkok.

Dengan pasar yang sedang stagnan, Toyota mendorong kebijakan jangka panjang yang mampu menghidupkan kembali industri otomotif nasional melalui multiplier effect di seluruh rantai pasok.

Kini, fokus utama pemerintah adalah memastikan pemain global berkomitmen pada produksi lokal, agar Indonesia tidak sekadar menjadi pasar konsumtif, tetapi juga pusat manufaktur kendaraan listrik yang kompetitif.

One thought on “Insentif Mobil Listrik China Dihapus, Toyota Desak Kolaborasi Demi Pulihkan Industri Otomotif Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *