Kebijakan pemindahan Rp200 triliun Saldo Anggaran Lebih (SAL) dari Bank Indonesia ke Himbara memiliki landasan hukum yang kuat. Kebijakan ini memperkuat likuiditas perbankan, namun tantangan defisit APBN dan peningkatan tax ratio tetap menjadi pekerjaan rumah besar.
TradeSphereFx – Kebijakan pemerintah memindahkan dana sebesar Rp200 triliun dari Bank Indonesia (BI) ke Himpunan Bank Negara (Himbara) menuai perhatian publik dan pelaku pasar. Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menegaskan langkah tersebut sah secara hukum dan memiliki dasar regulasi yang jelas.
Menurut Misbakhun, pemindahan Saldo Anggaran Lebih (SAL) telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara serta UU Nomor 62 Tahun 2024 tentang APBN 2025. Berdasarkan aturan tersebut, Menteri Keuangan memiliki kewenangan untuk memindahkan SAL dari rekening di bank sentral ke bank umum mitra pemerintah.
“Tidak ada keraguan, semuanya dilandasi aturan perundang-undangan. Kalau efektivitasnya masih diperdebatkan, itu bagian dari public policy yang wajar dikritisi,” jelas Misbakhun dalam keterangan resmi, Minggu, 21 September 2025.
Landasan Hukum yang Kuat
Kebijakan ini bukan sekadar langkah teknis fiskal, melainkan juga strategi pengelolaan keuangan negara yang sah. UU Perbendaharaan Negara memberikan ruang bagi pemerintah untuk mengelola dana secara fleksibel, selama tujuannya memperkuat perekonomian dan menjaga stabilitas fiskal.
Selain itu, dalam APBN 2025 yang baru saja disahkan, kebijakan pemindahan SAL dianggap sebagai instrumen penting untuk menjawab kebutuhan likuiditas nasional. Dengan demikian, keputusan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa bukan hanya sah, tetapi juga strategis dalam menjaga stabilitas sistem keuangan.
Sinyal Positif ke Pasar
Misbakhun menilai injeksi dana Rp200 triliun ke perbankan, khususnya bank-bank Himbara, akan memperkuat likuiditas perbankan nasional. Hal ini sekaligus menjawab kekhawatiran pasar terkait potensi kelangkaan likuiditas yang kerap menjadi sorotan analis dan pelaku industri keuangan.
“Paling tidak, kebijakan ini menjawab isu kelangkaan likuiditas di pasar yang selama ini jadi perhatian pengamat,” ungkapnya.
Dampak positif lain yang diantisipasi adalah penguatan harga saham perbankan di pasar modal. Dengan tambahan dana besar, bank-bank Himbara berpotensi meningkatkan penyaluran kredit dan mendukung pertumbuhan sektor riil. Ini tentu memberi sinyal positif bagi investor, baik domestik maupun asing.
Tantangan Fiskal: Menuju Zero Defisit
Namun, Misbakhun juga mengingatkan adanya tantangan besar yang harus dihadapi Menteri Keuangan Purbaya. Salah satu arahan utama Presiden Prabowo Subianto adalah mewujudkan APBN tanpa defisit (zero deficit).
Menurut Misbakhun, target tersebut akan sulit dicapai tanpa perbaikan signifikan dalam tax ratio, yang saat ini masih di bawah 10 persen. Dengan penerimaan pajak yang lemah, menutup defisit APBN akan semakin menantang, terutama di tengah beban bunga utang yang tinggi.
“Kalau penerimaan pajak terus di bawah target, defisit APBN akan sulit ditutup. Apalagi beban bunga utang kita per tahun hampir Rp800 triliun, dengan imbal hasil surat utang sekitar 6–7 persen, bahkan lebih tinggi dibanding negara ASEAN lainnya,” jelas Misbakhun.
Diplomasi dan Kepercayaan Global
Meski menghadapi tantangan fiskal, Misbakhun optimistis kepercayaan internasional terhadap Indonesia terus meningkat. Hal ini tak lepas dari diplomasi aktif Presiden Prabowo di panggung global.
Menurutnya, keberhasilan diplomasi internasional akan memperkuat posisi Indonesia dalam menarik investasi, mengakses pasar global, serta memperluas kerja sama strategis. Untuk itu, Purbaya perlu merancang kebijakan fiskal yang kredibel, transparan, dan konsisten dengan visi besar pemerintahan Prabowo.
Peran KSSK dalam Stabilitas Sistem Keuangan
Sebagai koordinator Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Menteri Keuangan Purbaya memiliki tanggung jawab besar menjaga stabilitas bersama Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Misbakhun menekankan, kolaborasi lintas lembaga menjadi kunci menghadapi ketidakpastian global. Ia optimistis banyak ide baru akan lahir untuk mendukung visi Presiden Prabowo, termasuk dalam reformasi fiskal, penguatan pasar keuangan, dan stabilisasi nilai tukar rupiah.
Implikasi bagi Ekonomi Nasional
Kebijakan pemindahan Rp200 triliun SAL ke Himbara bukan hanya soal likuiditas perbankan. Ada beberapa implikasi strategis bagi perekonomian nasional:
- Penguatan Kredit Perbankan
Bank Himbara memiliki ruang lebih besar untuk menyalurkan kredit ke sektor produktif, sehingga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi. - Stabilisasi Pasar Keuangan
Injeksi dana memperkecil risiko kelangkaan likuiditas yang bisa memicu gejolak pasar. - Kepercayaan Investor
Kebijakan yang jelas landasan hukumnya meningkatkan keyakinan investor bahwa Indonesia serius menjaga stabilitas fiskal. - Tekanan terhadap Disiplin Fiskal
Meski positif untuk likuiditas, pemerintah tetap dituntut menjaga disiplin fiskal agar kebijakan tidak menambah beban defisit jangka panjang.
Pemindahan dana Rp200 triliun dari BI ke Himbara menandai langkah besar dalam pengelolaan fiskal Indonesia. Dengan landasan hukum yang kuat, kebijakan ini mampu memperkuat likuiditas perbankan sekaligus memberikan sinyal positif ke pasar.
Namun, pekerjaan rumah tetap besar. Tantangan mencapai zero defisit, meningkatkan tax ratio, serta mengelola beban bunga utang menjadi agenda penting pemerintah. Keberhasilan Indonesia akan sangat bergantung pada kemampuan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mendesain kebijakan fiskal yang kredibel dan menjaga stabilitas sistem keuangan bersama KSSK.
Jika dijalankan dengan konsisten, langkah ini bisa menjadi momentum penting untuk memperkuat fondasi ekonomi nasional dan meningkatkan posisi Indonesia di mata dunia.
One thought on “Rp200 Triliun Dana Pemerintah Dipindahkan ke Himbara Landasan Hukum, Dampak Likuiditas, dan Tantangan Fiskal”