Premi asuransi kesehatan naik drastis 50% pada 2024 dan diperkirakan bertambah 15% di 2025 akibat lonjakan klaim pasca pandemi COVID-19. Simak analisis lengkap dampaknya bagi industri asuransi dan nasabah.
TradeSphereFx – Industri asuransi kesehatan Indonesia tengah menghadapi tantangan berat. Setelah pandemi COVID-19, perusahaan asuransi dipaksa menaikkan premi dalam skala besar demi menjaga keberlanjutan bisnis. Kenaikan tarif premi yang signifikan ini memengaruhi jutaan nasabah, sekaligus menimbulkan perdebatan tentang bagaimana industri seharusnya beradaptasi dengan pola kesehatan masyarakat yang berubah.
Lonjakan Klaim Jadi Pemicu Utama
Presiden Komisaris BCA Life, Christina W Setyabudhi, mengungkapkan bahwa kenaikan premi tidak terhindarkan setelah rasio klaim melonjak hingga 131% pada 2023. Angka tersebut menunjukkan perusahaan harus membayar klaim jauh lebih besar dibandingkan premi yang diterima, sehingga arus kas menjadi sangat tertekan.
Untuk menutup kerugian, industri menaikkan premi secara drastis. Pada tahun 2024, premi asuransi kesehatan naik rata-rata 50%, sementara pada 2025 diperkirakan kembali naik 15%.
“Langkah ini memang tidak menyenangkan bagi semua pihak. Perusahaan asuransi harus menaikkan tarif agar tidak semakin merugi, sementara nasabah juga terbebani dengan biaya premi yang lebih tinggi,” kata Christina dalam seminar daring Penguatan Ekosistem Asuransi Kesehatan Indonesia yang digelar LPPI, Jumat (26/9/2025).
Situasi “Lose-Lose” Bagi Industri dan Nasabah
Christina menekankan bahwa kondisi ini menciptakan skenario yang ia sebut sebagai “lose-lose situation.” Industri asuransi tidak bisa menikmati keuntungan optimal karena premi yang dinaikkan hanya menutup sebagian kerugian, sedangkan nasabah harus mengalokasikan dana lebih besar untuk melanjutkan perlindungan kesehatan.
“Ini bukan situasi win-win. Perusahaan tetap harus menaikkan premi meskipun dampaknya memberatkan nasabah. Di sisi lain, tanpa kenaikan, kerugian bisa semakin besar,” jelasnya.
Kesadaran Kesehatan Pasca Pandemi
Selain faktor klaim, perubahan perilaku masyarakat setelah pandemi juga menjadi penyebab lonjakan biaya. Kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan membuat masyarakat lebih rajin melakukan pemeriksaan rutin dan berobat.
Jika dulu sebagian besar orang hanya datang ke rumah sakit saat sakit parah, kini check-up kesehatan dilakukan lebih sering, bahkan untuk gejala ringan. Akibatnya, jumlah klaim meningkat tajam, membuat perusahaan asuransi kewalahan.
“Pasca COVID-19, masyarakat lebih peduli kesehatan. Penyakit kecil pun diperiksa, check-up lebih rutin, sehingga klaim melonjak pesat,” ujar Christina.
Potensi Pertumbuhan Peserta Asuransi
Meski dibayangi tantangan besar, pasar asuransi kesehatan Indonesia justru memiliki potensi pertumbuhan tinggi. Data riset menunjukkan jumlah peserta asuransi kesehatan swasta saat ini sekitar 3,5 juta orang, dan dalam sembilan tahun mendatang diperkirakan bisa berlipat ganda.
Peningkatan jumlah peserta ini didorong oleh beberapa faktor, antara lain:
- Kesadaran kesehatan pasca pandemi.
- Meningkatnya biaya layanan medis.
- Peran teknologi digital yang mempermudah akses produk asuransi.
- Kebutuhan masyarakat kelas menengah yang terus tumbuh.
Dampak Bagi Ekosistem Asuransi Kesehatan
Kenaikan premi berpotensi menimbulkan efek domino dalam ekosistem asuransi kesehatan Indonesia:
- Beban bagi Nasabah
Nasabah harus mengeluarkan dana lebih besar. Bagi sebagian masyarakat kelas menengah, hal ini bisa membuat mereka mempertimbangkan kembali kepesertaan asuransi. - Tantangan bagi Perusahaan
Meski premi naik, risiko klaim tetap tinggi. Perusahaan dituntut melakukan inovasi produk, efisiensi operasional, dan peningkatan manajemen risiko. - Dampak terhadap Cakupan Asuransi
Dengan premi lebih mahal, ada kemungkinan sebagian masyarakat memilih keluar dari asuransi swasta, lalu bergantung pada BPJS Kesehatan. Hal ini bisa meningkatkan beban sistem kesehatan nasional. - Peluang Digitalisasi
Perusahaan asuransi dapat memanfaatkan teknologi digital untuk menekan biaya operasional, memperluas jangkauan produk, dan menawarkan layanan kesehatan preventif berbasis aplikasi.
Apa yang Bisa Dilakukan Industri?
Untuk menghadapi tantangan ini, industri perlu melakukan sejumlah langkah strategis:
- Diversifikasi produk: Menawarkan paket perlindungan kesehatan dengan pilihan fleksibel sesuai kebutuhan nasabah.
- Peningkatan literasi kesehatan: Mengedukasi masyarakat tentang penggunaan asuransi yang bijak agar klaim tidak berlebihan.
- Kolaborasi dengan rumah sakit: Menekan biaya layanan medis melalui kerja sama langsung.
- Digitalisasi ekosistem: Mengintegrasikan aplikasi kesehatan dengan layanan asuransi untuk memantau kesehatan peserta lebih proaktif.
Kenaikan premi asuransi kesehatan sebesar 50% pada 2024 dan tambahan 15% pada 2025 menjadi sinyal kuat bahwa industri ini sedang beradaptasi dengan realitas baru pasca pandemi. Lonjakan klaim, meningkatnya kesadaran kesehatan, serta biaya medis yang terus naik menciptakan tantangan besar bagi perusahaan dan nasabah.
Namun, di balik tekanan tersebut, terdapat peluang besar. Pertumbuhan peserta asuransi dalam dekade mendatang berpotensi memperkuat ekosistem, asalkan perusahaan mampu menyeimbangkan strategi bisnis dengan kepentingan nasabah.
Dengan inovasi, efisiensi, dan regulasi yang mendukung, industri asuransi kesehatan Indonesia dapat keluar dari situasi “lose-lose” menuju solusi yang lebih berkelanjutan dan adil bagi semua pihak.
One thought on “Premi Asuransi Kesehatan Melonjak: Naik 50% di 2024 dan 15% di 2025, Nasabah Tertekan”