Rupiah Melemah ke Rp16.603 Akibat Kuatnya Dolar AS dan Penurunan Cadangan Devisa: Waspadai Tekanan Global

Rupiah

TradeSphereFx – Rupiah dibuka melemah ke Rp16.603 per dolar AS, tertekan penguatan indeks dolar dan turunnya cadangan devisa. Simak analisis lengkap faktor global dan domestik.

Nilai tukar rupiah kembali dibuka melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari Rabu (8/10/2025). Berdasarkan data Bloomberg pukul 09.07 WIB, rupiah terdepresiasi 0,25% atau 42 poin ke level Rp16.603 per dolar AS, dibandingkan posisi penutupan sebelumnya di Rp16.561 per dolar AS.

Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama dunia, dibuka menguat 0,27% ke posisi 98,84. Penguatan dolar AS ini menjadi tekanan utama bagi mata uang negara-negara berkembang, termasuk rupiah.

Tekanan Juga Dialami Mata Uang Asia Lain

Tak hanya rupiah, sejumlah mata uang Asia lainnya juga mencatat pelemahan. Yen Jepang turun 0,47%, dolar Singapura melemah 0,19%, dolar Taiwan melemah 0,21%, dan dolar Hong Kong melemah 0,02%.
Sebaliknya, hanya segelintir mata uang yang berhasil menguat tipis terhadap dolar AS, seperti rupee India dan yuan China, masing-masing naik 0,01%.

Kondisi ini mencerminkan tren umum di pasar Asia bahwa dolar AS tengah menjadi pilihan aman (safe haven) di tengah ketidakpastian ekonomi global yang masih tinggi.

Prediksi Analis Rupiah Masih Akan Bergerak Fluktuatif

Menurut Ibrahim Assuaibi, pengamat mata uang dan komoditas, pergerakan rupiah hari ini cenderung fluktuatif namun berpotensi ditutup melemah.
“Untuk perdagangan hari ini, rupiah diperkirakan bergerak di rentang Rp16.560 – Rp16.600 per dolar AS, dengan kecenderungan melemah,” ujarnya, Selasa (7/10/2025).

Sehari sebelumnya, rupiah sempat ditutup menguat 0,13% atau 22 poin ke Rp16.561 per dolar AS. Namun penguatan tersebut belum mampu bertahan lama akibat sentimen negatif yang datang dari pasar global.

Faktor Global Ketidakpastian dari Pemerintah AS

Salah satu faktor utama yang membebani rupiah adalah kebuntuan politik di AS yang mengakibatkan penutupan sebagian pemerintahan federal (government shutdown). Hingga memasuki hari keenam, negosiasi antara pihak legislatif belum juga menghasilkan kesepakatan terkait pendanaan pemerintah.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran pasar terhadap stabilitas fiskal AS, tetapi justru mendorong pelaku pasar beralih ke dolar AS sebagai aset lindung nilai, sehingga meningkatkan permintaan terhadap mata uang tersebut.

Selain itu, ekspektasi bahwa Federal Reserve (The Fed) akan menahan suku bunga tinggi dalam waktu lebih lama juga turut memperkuat dolar AS. Tingkat suku bunga yang tinggi membuat aset berbasis dolar lebih menarik dibandingkan aset di negara berkembang.

Faktor Domestik Cadangan Devisa Turun

Dari dalam negeri, tekanan tambahan datang dari penurunan cadangan devisa. Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa Indonesia pada akhir September 2025 sebesar US$148,7 miliar, turun US$2 miliar dibandingkan posisi Agustus 2025 sebesar US$150,7 miliar.

Menurut BI, penurunan cadangan devisa ini disebabkan oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah serta kebijakan stabilisasi nilai tukar oleh BI untuk meredam gejolak di pasar keuangan global.
Meski turun, BI menegaskan posisi cadangan devisa tersebut masih sangat aman karena mampu membiayai 6,2 bulan impor atau 6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, jauh di atas standar kecukupan internasional yang hanya sekitar 3 bulan impor.

Dampak bagi Perekonomian

Pelemahan rupiah dapat berdampak pada kenaikan biaya impor, khususnya untuk bahan baku dan barang modal, yang pada akhirnya bisa menekan inflasi. Namun di sisi lain, ekspor bisa lebih kompetitif karena harga dalam dolar menjadi lebih murah bagi pembeli luar negeri.

Ekonom memperingatkan, jika tren pelemahan berlanjut, pemerintah dan BI perlu mengambil langkah antisipatif melalui kebijakan fiskal dan moneter yang terkoordinasi, termasuk intervensi pasar dan penguatan sektor riil.

Secara keseluruhan, pergerakan rupiah hari ini dipengaruhi oleh kombinasi faktor eksternal dan domestik. Dari luar negeri, penguatan dolar AS akibat ketidakpastian fiskal dan ekspektasi suku bunga tinggi menjadi penekan utama. Dari dalam negeri, penurunan cadangan devisa menambah beban sentimen negatif terhadap rupiah.

Meski demikian, posisi cadangan devisa Indonesia yang masih kuat dan kebijakan stabilisasi BI memberikan sinyal positif bahwa fundamental ekonomi Indonesia tetap solid. Pelaku pasar diharapkan tetap mencermati perkembangan global sambil menunggu langkah selanjutnya dari BI dan pemerintah untuk menjaga stabilitas rupiah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *