Kasus korupsi Chromebook menyeret mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim. Dengan kerugian negara hampir Rp2 triliun, skandal ini membuka borok sistem pengadaan digitalisasi pendidikan di Indonesia.
TradeSphereFx – Digitalisasi pendidikan pernah digadang-gadang sebagai terobosan besar. Dengan semangat membawa dunia belajar Indonesia ke ranah teknologi, program pengadaan Chromebook diluncurkan. Namun, alih-alih menjadi tonggak modernisasi, proyek ini justru berujung pada dugaan korupsi masif yang kini menjerat mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim.
Kejaksaan Agung (Kejagung) RI pada awal September 2025 resmi menetapkan Nadiem sebagai tersangka dalam kasus pengadaan laptop Chromebook periode 2019–2022. Nilai kerugian negara yang diungkap tidak main-main: hampir Rp1,98 triliun.
Dari Visi Besar ke Jeratan Hukum
Sebagai eks pendiri Gojek, Nadiem dikenal sebagai figur yang progresif dengan gagasan besar tentang transformasi digital. Namun, semangat itu kini dipertanyakan setelah Kejagung menilai kebijakan pengadaan Chromebook tidak sesuai aturan.
Menurut Direktur Penyidikan Jampidsus, Nurcahyo Jungkung Madyo, penyidik menemukan bahwa Nadiem diduga secara sadar menyusun petunjuk teknis (juknis) dan petunjuk pelaksanaan (juklak) yang secara khusus menyebut Chrome OS sebagai sistem operasi wajib. Aturan ini bahkan dituangkan dalam Permendikbud No. 5 Tahun 2021.
Dengan spesifikasi yang “mengunci” pada satu merek tertentu, pengadaan dianggap tidak transparan, bertentangan dengan prinsip persaingan sehat, dan berpotensi menguntungkan pihak tertentu.
Penahanan dan Pasal yang Menjerat
Usai ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis (4/9/2025), Nadiem langsung ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selama 20 hari pertama.
Ia dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor, serta Pasal 55 ayat (1) KUHP tentang penyertaan tindak pidana. Jika terbukti bersalah, ancaman hukuman berat menantinya.
Empat Nama Lain yang Sudah Lebih Dulu Jadi Tersangka
Nadiem bukan satu-satunya pejabat yang terseret. Sebelumnya, Kejagung sudah menetapkan empat tersangka lain, yaitu:
- Jurist Tan (JT), Staf Khusus Mendikbudristek 2020–2024
- Ibrahim Arief (BAM), mantan konsultan teknologi di Kemendikbudristek
- Sri Wahyuningsih (SW), Direktur SD Kemendikbudristek 2020–2021
- Mulyatsyah (MUL), Direktur SMP Kemendikbudristek 2020–2021
Mereka diduga turut menyusun dan melaksanakan pengadaan yang berujung pada kerugian besar negara.
Kerugian Negara Angka Fantastis, Dampak Mengkhawatirkan
Total kerugian negara hampir Rp2 triliun terdiri dari:
- Rp480 miliar untuk perangkat lunak (software)
- Rp1,5 triliun akibat mark up harga laptop
Lebih ironis lagi, dari 1,2 juta unit Chromebook yang dibeli, banyak yang tidak efektif digunakan di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) karena keterbatasan akses internet. Dengan kata lain, proyek ini gagal menyentuh inti permasalahan pendidikan di akar rumput.
Analisis: Luka Lama Korupsi Pendidikan
Kasus ini menambah daftar panjang praktik korupsi di sektor pendidikan. Padahal, pendidikan semestinya menjadi fondasi membangun generasi masa depan. Ketika dana triliunan rupiah digelapkan melalui proyek yang diklaim untuk digitalisasi, yang dikorbankan bukan hanya anggaran negara, tapi juga hak anak-anak untuk mendapatkan fasilitas belajar yang layak.
Praktik pengadaan yang hanya berpihak pada satu vendor memperlihatkan lemahnya sistem kontrol internal pemerintah. Kasus ini juga menegaskan bahwa jargon transformasi digital bisa menjadi kedok untuk bancakan anggaran bila tidak disertai pengawasan ketat.
Reaksi Publik Dari Kekecewaan Hingga Ketidakpercayaan
Publik merespons dengan gelombang kekecewaan. Nadiem, yang selama ini dianggap sebagai ikon generasi muda dan pembaharu, kini justru dicap sebagai simbol kegagalan integritas di lingkaran elit pemerintahan.
Media sosial dipenuhi komentar sinis: bagaimana mungkin seorang inovator teknologi justru terseret kasus pengadaan perangkat digital? Kasus ini berpotensi mengikis kepercayaan masyarakat terhadap program digitalisasi pendidikan di masa depan.
Hotman Paris dan Strategi Hukum
Menariknya, Nadiem didampingi oleh pengacara kondang Hotman Paris Hutapea. Kehadiran Hotman menandakan bahwa kasus ini akan menjadi pertarungan hukum besar yang sorotannya tidak hanya di ranah nasional, tapi juga internasional.
Strategi pembelaan kemungkinan akan diarahkan pada penolakan tuduhan “mengunci spesifikasi” atau membantah adanya niat memperkaya pihak tertentu. Namun, dengan bukti dokumen resmi berupa Permendikbud No. 5 Tahun 2021, pembelaan tersebut diperkirakan tidak akan mudah.
Momentum untuk Reformasi
Kasus Chromebook bisa menjadi titik balik bagi perbaikan sistem pengadaan pemerintah, khususnya di sektor pendidikan. Publik menuntut transparansi, akuntabilitas, dan mekanisme pengawasan yang lebih ketat agar kejadian serupa tidak terulang.
Bila tidak ada reformasi serius, proyek-proyek digitalisasi lain berisiko mengalami nasib serupa: mahal di anggaran, minim manfaat, dan sarat praktik korupsi.