Skema Baru Pemotongan Pajak Karyawan Pemerintah Ubah Mekanisme DBH PPh 21 Berdasarkan Domisili

Skema Baru Pemotongan Pajak Karyawan

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan berencana mengubah skema bagi hasil pajak karyawan (PPh 21) dari sebelumnya berdasarkan lokasi pemotong menjadi berdasarkan domisili pekerja. Kebijakan ini diharapkan lebih adil bagi daerah.

TradeSphereFx – Pemerintah tengah menyiapkan perubahan besar dalam mekanisme distribusi Dana Bagi Hasil (DBH) dari Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 karyawan. Rencana kebijakan baru ini akan mengubah dasar perhitungan dari yang semula mengacu pada lokasi pemotongan pajak menjadi berdasarkan domisili karyawan.

Perubahan tersebut disampaikan langsung oleh Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Anggito Abimanyu dalam rapat kerja bersama Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI pada Selasa (2/9/2025). Menurutnya, pemerintah tengah melakukan simulasi dan kajian mendalam untuk memastikan mekanisme baru ini dapat diterapkan dengan adil dan efektif.

Skema Lama Berdasarkan Lokasi Pemotongan Pajak

Selama ini, DBH dari PPh Pasal 21 karyawan dihitung berdasarkan lokasi perusahaan atau pihak yang melakukan pemotongan pajak. Artinya, daerah tempat perusahaan berdomisili memperoleh bagian lebih besar, meskipun sebagian besar karyawan perusahaan tersebut sebenarnya tinggal di daerah lain.

Kondisi ini kerap menimbulkan kritik karena dinilai tidak mencerminkan keadilan fiskal. Banyak daerah yang menjadi domisili karyawan merasa tidak mendapatkan manfaat langsung, meski warganya justru yang menyumbang pajak melalui pemotongan PPh 21.

Skema Baru: Berdasarkan Domisili Karyawan

Dalam paparannya, Anggito menjelaskan bahwa pemerintah kini tengah melakukan exercise untuk mengubah skema DBH tersebut. Nantinya, distribusi dana bagi hasil PPh 21 akan mengacu pada domisili pekerja, bukan lagi lokasi pemotongan pajak.

“Kami sedang menyiapkan perhitungan agar DBH PPh 21 bisa dibagikan ke daerah sesuai dengan tempat tinggal karyawan. Dengan begitu, manfaat pajak bisa lebih adil dan dirasakan langsung oleh pemerintah daerah asal pekerja,” tegasnya.

Menurut Anggito, mekanisme baru ini diharapkan dapat memenuhi aspirasi anggota DPD yang selama ini memperjuangkan pemerataan dana pajak. Dengan model berbasis domisili, daerah yang menjadi kantong tenaga kerja akan memperoleh porsi yang lebih proporsional.

PPh Badan Tetap Tidak Dibagihasilkan

Meski begitu, Anggito menekankan bahwa perubahan ini hanya berlaku untuk PPh Pasal 21 karyawan. Sementara itu, PPh badan tetap tidak masuk dalam skema bagi hasil. “Untuk PPh badan, pemungutannya di mana pun tidak memengaruhi aspek bagi hasil pajaknya. Mekanismenya tetap seperti ketentuan sebelumnya,” jelasnya.

Hal ini penting ditegaskan agar tidak terjadi kebingungan. Pemerintah ingin fokus dulu pada PPh 21 karena dampaknya langsung dirasakan oleh masyarakat, khususnya karyawan yang menjadi wajib pajak dan daerah tempat mereka tinggal.

Payung Hukum yang Berlaku

Sebagai informasi, mekanisme DBH PPh 21 diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 202/PMK.07/2013. Dalam aturan tersebut, disebutkan bahwa penerimaan negara dari PPh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (WPOPDN) dan PPh Pasal 21 dibagikan kepada daerah sebesar 20%.

Pembagian tersebut dirinci menjadi:

  • 8% untuk pemerintah provinsi yang bersangkutan
  • 12% untuk pemerintah kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan

Dengan skema baru, angka persentase ini tetap berlaku. Namun, perhitungannya akan disesuaikan dengan domisili pekerja, sehingga distribusi dana bisa lebih merata dan sesuai dengan populasi tenaga kerja.

Dampak ke Daerah: Lebih Adil dan Proporsional

Jika aturan baru ini diterapkan, daerah-daerah yang selama ini menjadi tempat tinggal mayoritas pekerja akan mendapatkan alokasi DBH yang lebih besar. Sebaliknya, daerah yang hanya menjadi lokasi kantor pusat perusahaan, namun jumlah karyawan lokalnya tidak signifikan, akan menerima porsi lebih kecil.

Kebijakan ini dinilai lebih adil karena daerah tempat karyawan berdomisili juga menanggung beban layanan publik, mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga infrastruktur. Dengan tambahan dana dari DBH, pemerintah daerah dapat memperkuat layanan tersebut.

Tantangan Implementasi

Meski konsepnya dinilai progresif, implementasi kebijakan ini tidak lepas dari tantangan. Salah satunya adalah validasi data domisili karyawan. Pemerintah perlu memastikan data perpajakan terintegrasi dengan data kependudukan agar distribusi DBH benar-benar sesuai dengan fakta di lapangan.

Selain itu, koordinasi antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Badan Pusat Statistik (BPS), dan pemerintah daerah menjadi krusial. Tanpa sistem administrasi yang rapi, potensi tumpang tindih atau kesalahan distribusi dana bisa terjadi.

Menuju Keadilan Fiskal

Secara keseluruhan, rencana perubahan skema DBH PPh 21 karyawan ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk menghadirkan keadilan fiskal. Bagi daerah, ini adalah kabar positif karena mereka akan menerima dana yang lebih sesuai dengan kontribusi warganya.

Di sisi lain, kebijakan ini juga mencerminkan semangat pemerataan pembangunan. Dengan tambahan dana dari DBH, daerah berpeluang memperbaiki layanan publik sekaligus meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Rencana perubahan skema DBH PPh 21 karyawan dari basis lokasi pemotongan menjadi domisili pekerja merupakan langkah strategis dalam menciptakan distribusi fiskal yang lebih adil. Meski masih dalam tahap kajian, wacana ini mendapat dukungan dari banyak pihak, termasuk anggota DPD RI.

Jika implementasi berjalan lancar, kebijakan baru ini akan menjadi tonggak penting dalam reformasi sistem perpajakan Indonesia, sekaligus memperkuat hubungan antara pusat dan daerah dalam pengelolaan dana pembangunan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *