Merger Grab-GOTO Kian Suram: Sorotan Global, Protes Lokal, dan Regulasi Jadi Penghalang

merger

TradeSphereFX Rencana ambisius Grab Holdings Inc. untuk mengakuisisi PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO) tampaknya menemui jalan terjal. Dikutip dari laporan eksklusif Reuters, proses akuisisi yang sempat digadang-gadang menjadi langkah strategis terbesar di sektor teknologi Asia Tenggara kini terancam gagal. Penyebabnya? Kombinasi rumit antara tekanan regulasi, protes publik, serta pertimbangan ekonomi dan politik dari pemerintah Indonesia.

Merger Miliaran Dolar Terancam Gagal

Pada Mei 2025 lalu, rumor mencuat bahwa Grab yang berbasis di Singapura dan terdaftar di bursa Nasdaq telah menunjuk penasihat keuangan untuk memulai proses akuisisi GoTo. Nilai kesepakatan diperkirakan mencapai US$7 miliar atau sekitar Rp114,8 triliun (kurs Rp16.400/US$), menjadikannya salah satu transaksi teknologi terbesar dalam sejarah kawasan ini.

Namun, menurut tiga sumber internal yang dikutip oleh Reuters, merger ini menghadapi jalan buntu. Pemerintah Indonesia mengusulkan sejumlah syarat yang ketat sebagai prasyarat merger, membuat proses negosiasi menjadi lebih lambat dan kompleks.

Pemerintah Indonesia Turun Tangan

Dua dari tiga sumber yang berbicara kepada Reuters mengungkap bahwa pemerintah Indonesia sedang mengkaji dampak jangka panjang merger ini terhadap struktur pasar, kesejahteraan tenaga kerja, dan potensi monopoli.

Pemerintah khawatir bahwa merger ini bisa mengakibatkan pemutusan hubungan kerja massal, mengingat tumpang tindih operasional antara Grab dan GoTo, khususnya di layanan transportasi daring dan pengantaran makanan. Selain itu, penggabungan dua perusahaan teknologi raksasa ini bisa merugikan konsumen lewat kenaikan harga dan penurunan kualitas layanan akibat minimnya persaingan pasar.

“Pemerintah ingin entitas gabungan memberi manfaat lebih besar, termasuk bonus lebih baik untuk pengemudi dan insentif bagi konsumen,” kata salah satu sumber yang enggan disebut namanya.

Sorotan Media Asing dan Reaksi Pasar

Laporan Reuters langsung mendapat perhatian luas di media global. Investor pun mulai bersikap hati-hati terhadap saham GoTo, yang saat ini diperdagangkan dengan valuasi sekitar US$4,4 miliar, jauh di bawah nilai akuisisi yang sempat dibicarakan.

Menanggapi spekulasi tersebut, pihak Grab secara resmi menyatakan bahwa tidak ada diskusi aktif mengenai merger dengan GoTo, dan belum ada perjanjian definitif yang ditandatangani.

Namun, analis mencatat bahwa Grab baru-baru ini memperoleh pendanaan sebesar US$1,5 miliar dalam bentuk obligasi konversi, dan akuisisi disebut sebagai salah satu potensi penggunaan dana tersebut. Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa merger masih dalam radar strategis Grab, meski belum diumumkan secara terbuka.

Protes Pengemudi dan Kekhawatiran Konsumen

Ketidakpastian ini diperparah oleh aksi protes masif yang terjadi di berbagai kota di Indonesia pada Mei lalu. Ratusan pengemudi transportasi online, bersama dengan konsumen, melakukan unjuk rasa menentang potensi merger Grab-GoTo.

Mereka menyoroti upah rendah, potensi PHK, serta ancaman monopoli sebagai alasan utama penolakan. Para demonstran khawatir bahwa penggabungan dua kekuatan besar ini akan menghapus alternatif bagi pengguna, memonopoli layanan, serta menurunkan daya tawar pengemudi.

“Kalau Grab dan Gojek jadi satu, siapa lagi pesaing mereka? Kami pengemudi bisa ditekan, insentif bisa dipotong sesuka hati,” kata salah satu pengemudi dalam aksi protes di Jakarta.

Faktor Politik dan Perlindungan Konsumen Jadi Penentu

Merger ini juga menjadi isu politis menjelang pemilihan umum di Indonesia. Pemerintah tampaknya tak ingin mengambil risiko memicu gelombang kemarahan rakyat atau membiarkan terbentuknya monopoli digital yang bisa membahayakan struktur ekonomi nasional.

Oleh karena itu, merger hanya akan diizinkan jika perusahaan bisa memberi jaminan perlindungan sosial dan manfaat jangka panjang bagi masyarakat luas.

Masa Depan Merger Masih Kabur

Sampai artikel ini ditulis, baik Grab maupun GoTo tetap pada posisi mereka: belum ada kesepakatan resmi yang diumumkan. Namun, dinamika cepat dalam dunia teknologi dan tekanan investor bisa sewaktu-waktu mengubah arah.

Jika merger ini benar-benar batal, maka akan menjadi preseden penting bagi regulasi merger digital di Asia Tenggara, menandai babak baru dalam kontrol pemerintah terhadap sektor teknologi yang tumbuh sangat cepat namun rentan terhadap ketimpangan sosial.

Jalan Panjang Menuju Konsolidasi

Meskipun dari sisi bisnis merger Grab-GoTo terdengar rasional—menggabungkan dua raksasa untuk menciptakan efisiensi dan memperluas pasar—realitas di lapangan menunjukkan bahwa regulasi, opini publik, dan stabilitas sosial tidak bisa diabaikan.

Kisah ini belum berakhir, tetapi satu hal sudah jelas: masa depan merger teknologi di Indonesia kini akan lebih dikawal ketat, demi memastikan bahwa pertumbuhan digital tidak mengorbankan keadilan sosial dan kesejahteraan pekerja.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *