OJK mengungkap tujuh perusahaan asuransi berpotensi rugi Rp19,34 triliun dan masuk pengawasan khusus. Kasus Jiwasraya dan Bumiputera masih dalam restrukturisasi, pemegang polis terancam kehilangan manfaat.
TradeSphereFx – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali mengeluarkan peringatan serius terhadap kondisi industri asuransi di Indonesia. Dalam rapat panja bersama Komisi XI DPR RI pada Selasa (23/9/2025), OJK menyebut terdapat tujuh perusahaan asuransi yang saat ini berada dalam status pengawasan intensif maupun khusus. Tidak tanggung-tanggung, potensi kerugian dari tujuh perusahaan tersebut ditaksir mencapai Rp19,34 triliun.
7 Perusahaan Asuransi Terancam Gagal Bayar
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menjelaskan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut berpotensi tidak mampu memberikan manfaat sesuai janji awal kepada pemegang polis.
“Tujuh perusahaan berpotensi mengalami penurunan nilai manfaat karena masuk dalam penetapan status intensif dan khusus. Estimasi kerugian mencapai Rp19,34 triliun dengan penurunan manfaat sekitar 52,91%,” jelas Ogi.
Meski menyampaikan data kerugian, OJK tidak membuka identitas tujuh perusahaan asuransi yang dimaksud. Hal ini memicu kekhawatiran di masyarakat, terutama bagi para pemegang polis yang khawatir perusahaannya termasuk dalam daftar tersebut.
Tren Buruk: 10 Asuransi Sudah Dicabut Izinnya Sejak 2015
Peringatan terbaru OJK bukanlah kasus pertama yang menimpa industri asuransi. Ogi mencatat sejak 2015 sudah ada 10 perusahaan asuransi yang dinyatakan insolvent alias tidak mampu memenuhi kewajiban keuangannya.
Akibatnya, izin usaha mereka dicabut dan pemegang polis mengalami kerugian besar. Total kerugian dari sepuluh perusahaan tersebut mencapai Rp19,41 triliun, dengan 30.170 pemegang polis terdampak.
Data ini menunjukkan bahwa masalah solvabilitas di sektor asuransi Indonesia bukan persoalan baru, melainkan sudah berlangsung bertahun-tahun tanpa penyelesaian menyeluruh.
Kasus Restrukturisasi Besar: Jiwasraya dan Bumiputera
Selain tujuh perusahaan yang kini diawasi ketat, OJK juga mengingatkan bahwa masih ada dua perusahaan besar yang tengah menjalani restrukturisasi panjang, yaitu Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 (AJBB) dan Jiwasraya.
Dalam paparannya, Ogi merinci dampak yang dirasakan pemegang polis kedua perusahaan ini:
- Bumiputera 1912: Penurunan manfaat rata-rata mencapai 47,3% atau sekitar Rp13,2 juta per pemegang polis. Jumlah pemegang polis terdampak mencapai 1,9 juta orang.
- Jiwasraya: Pemotongan manfaat sekitar 30% dengan nilai kerugian mencapai Rp15,8 triliun. Jumlah pemegang polis terdampak tidak sedikit, yaitu 314.067 orang.
Ogi menegaskan bahwa proses restrukturisasi keduanya masih berjalan. “Dua perusahaan saat ini masih dalam proses restrukturisasi. Jiwasraya dan Bumiputera masih berjalan restrukturisasinya,” ungkapnya.
Risiko Bagi Pemegang Polis
Kondisi ini menimbulkan keresahan, sebab pemegang polis berpotensi tidak menerima manfaat penuh sesuai kontrak awal. Bagi masyarakat, asuransi seharusnya menjadi instrumen proteksi keuangan jangka panjang. Namun ketika perusahaan bermasalah, justru pemegang polis yang paling dirugikan.
Potensi kerugian puluhan triliun rupiah ini menegaskan lemahnya tata kelola perusahaan asuransi, mulai dari pengelolaan investasi, manajemen risiko, hingga pengawasan internal.
Tantangan Regulasi dan Peran OJK
Kasus demi kasus membuat sektor asuransi berada dalam sorotan publik. OJK melalui Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) berupaya memperkuat kerangka hukum agar masalah serupa tidak berulang.
Pengawasan intensif, pemberlakuan manajemen risiko yang lebih ketat, serta kewajiban modal minimum dipandang sebagai langkah yang harus ditegakkan agar industri asuransi bisa kembali sehat. Namun, publik menuntut transparansi lebih, terutama terkait perusahaan mana saja yang saat ini masuk dalam daftar pengawasan.
Masa Depan Industri Asuransi
Industri asuransi Indonesia menghadapi tantangan besar: meningkatkan kepercayaan publik setelah rentetan kasus gagal bayar. OJK kini berada di posisi krusial untuk memastikan perusahaan bermasalah segera direstrukturisasi atau dikeluarkan dari pasar demi melindungi pemegang polis.
Jika tidak, bukan hanya kerugian finansial yang akan semakin membesar, tetapi juga kepercayaan masyarakat terhadap asuransi bisa runtuh.
OJK memperingatkan ada tujuh perusahaan asuransi yang berpotensi merugi hingga Rp19,34 triliun dan tengah dalam pengawasan ketat. Sejak 2015, sudah ada 10 perusahaan asuransi insolvent dengan total kerugian Rp19,41 triliun.
Sementara itu, Jiwasraya dan Bumiputera masih menjalani restrukturisasi dengan jutaan pemegang polis terkena dampaknya. Kondisi ini menunjukkan perlunya pengawasan lebih ketat, tata kelola yang transparan, dan regulasi yang kuat agar industri asuransi bisa kembali pulih.
One thought on “OJK Beberkan 7 Asuransi Terancam Rugi Rp19,34 Triliun: Nasib Pemegang Polis Jadi Taruhan”