Kabar Baik untuk Industri: Purbaya Pastikan Cukai dan Harga Rokok Tak Naik di 2026

purba

Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa memastikan cukai dan harga rokok tidak naik di 2026, memberikan kabar baik bagi industri tembakau dan pekerja rokok di Indonesia.

TradeSphereFx – Kabar menggembirakan datang bagi pelaku industri tembakau. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa Cukai Rokok 2026 tidak akan naik. Kebijakan ini menjadi sinyal positif setelah dua tahun berturut-turut tarif cukai dinaikkan.
Pernyataan tersebut disampaikan usai Apel Peringatan Hari Bea Cukai ke-79 di Jakarta Timur, Senin (13/10).

“Belum ada kebijakan seperti itu (menaikkan HJE rokok di 2026),” kata Purbaya.
“Cukai gak naik, tapi harga dinaikkan, itu sama saja tipu-tipu.”

Langkah ini diambil sebagai upaya menjaga keseimbangan antara penerimaan negara dan daya tahan industri dalam negeri.

Cukai Rokok 2026: Upaya Menjaga Stabilitas Ekonomi

Cukai rokok merupakan salah satu sumber penerimaan terbesar negara, namun juga menjadi sektor dengan sensitivitas sosial dan ekonomi tinggi.
Keputusan tidak menaikkan Cukai Rokok 2026 diambil setelah mempertimbangkan situasi industri tembakau yang sedang dalam masa pemulihan.

Dalam beberapa tahun terakhir, kenaikan tarif yang beruntun menekan produsen, terutama pabrikan kecil dan menengah.
Banyak perusahaan melakukan efisiensi hingga PHK massal akibat penurunan permintaan dan kompetisi dengan produk ilegal.

Menurut data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), lebih dari 5 juta tenaga kerja bergantung pada industri hasil tembakau, baik langsung maupun tidak langsung. Menjaga stabilitas sektor ini berarti menjaga kesejahteraan jutaan keluarga pekerja.

Perhatian Khusus terhadap Industri Tembakau

Sejak menjabat pada September lalu, Purbaya Yudhi Sadewa menunjukkan perhatian serius terhadap sektor industri tembakau.
Ia menilai bahwa kebijakan fiskal yang terlalu keras justru bisa berdampak negatif terhadap ekonomi rakyat kecil.

“Selama kita belum punya program penyerap tenaga kerja yang kuat, industri tidak boleh dibunuh,” tegasnya.
“Orang harus paham risiko rokok, tapi kebijakan tidak boleh membunuh industri rokok dan membiarkan tenaga kerja tanpa solusi.”

Dengan demikian, Cukai Rokok 2026 menjadi instrumen untuk menyeimbangkan dua tujuan: menjaga penerimaan negara dan melindungi lapangan kerja.

Masalah Serius: Rokok Ilegal Masih Merebak

Selain persoalan tarif, pemerintah juga menghadapi tantangan besar berupa peredaran rokok ilegal. Produk ilegal ini kerap dijual di marketplace dengan harga jauh lebih murah dan tanpa membayar cukai, sehingga merugikan negara.

Purbaya menginstruksikan Direktorat Jenderal Bea Cukai untuk meningkatkan pengawasan dan penindakan terhadap pelaku usaha ilegal.

“Banyak rokok ilegal di marketplace. Ini harus ditindak,” ujarnya.

Kemenkeu menargetkan intensifikasi pengawasan digital dan kerja sama lintas kementerian agar penjualan produk tanpa cukai dapat ditekan secara signifikan.

Rencana Cukai Minuman Berpemanis (MBDK) Masih Dikaji

Selain Cukai Rokok 2026, pemerintah juga tengah meninjau kemungkinan penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).
Namun, Purbaya menegaskan bahwa kebijakan ini belum akan diterapkan dalam waktu dekat.

“Masih perlu melihat kesiapan internal Bea Cukai,” katanya.

Langkah hati-hati ini diambil agar tidak menimbulkan efek domino terhadap industri minuman dan konsumsi masyarakat.

Warisan Kebijakan dari Era Sri Mulyani

Sebelum Purbaya, Sri Mulyani Indrawati telah menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) sekitar 10% untuk tahun 2023 dan 2024.
Kebijakan itu dimaksudkan untuk menekan konsumsi rokok serta meningkatkan penerimaan APBN.
Namun, bagi industri kecil, kenaikan berturut-turut tersebut menjadi beban yang cukup berat.

Dengan Cukai Rokok 2026 yang tetap, pemerintah memberi ruang napas bagi pelaku usaha untuk menstabilkan produksi dan tenaga kerja.
Ini merupakan langkah kompromi antara kepentingan fiskal dan sosial.

Pandangan Ekonom: Efek Positif ke Inflasi dan Daya Beli

Menurut analisis CNBC Indonesia, keputusan menahan Cukai Rokok 2026 dapat membantu menjaga stabilitas inflasi pada 2026.
Rokok memiliki bobot signifikan dalam indeks harga konsumen (IHK), sehingga perubahan harganya bisa berdampak langsung pada inflasi.

Ekonom juga menilai bahwa langkah ini akan menahan penurunan daya beli masyarakat kelas bawah, yang sebagian pengeluarannya masih dialokasikan untuk konsumsi rokok.
Selain itu, sektor distribusi dan pengecer kecil juga akan diuntungkan karena harga jual tetap stabil.

Reaksi Industri dan Pelaku Usaha

Asosiasi pabrikan menyambut positif keputusan ini. Gabungan Pengusaha Rokok Indonesia (GAPPRI) menyebut langkah Purbaya sebagai bentuk kepedulian terhadap pekerja.

“Ini angin segar bagi kami. Setelah dua tahun tekanan, akhirnya ada jeda untuk bernapas,” ujar salah satu pengurus GAPPRI.

Para pelaku usaha berharap agar pemerintah dapat menindak tegas penjual ilegal dan memberi kepastian hukum yang adil bagi produsen resmi.
Selain itu, mereka meminta agar kebijakan fiskal jangka panjang tetap mempertimbangkan keberlanjutan industri.

Harapan untuk Tahun 2026: Keseimbangan Baru

Tahun 2026 diharapkan menjadi momentum kebangkitan industri rokok nasional. Dengan Cukai Rokok 2026 yang tidak naik, produsen dapat fokus pada efisiensi, inovasi, dan transformasi menuju industri yang lebih modern.

Namun, tantangan tetap ada — mulai dari pengawasan cukai, persaingan dengan produk ilegal, hingga kebijakan kesehatan publik.
Purbaya diharapkan mampu menjaga keseimbangan antara kesehatan masyarakat, stabilitas ekonomi, dan kesejahteraan pekerja.

Komitmen Pemerintah Menjaga Keseimbangan

Kebijakan Cukai Rokok 2026 menjadi simbol keseimbangan antara tanggung jawab fiskal dan empati sosial.
Langkah Purbaya bukan hanya sekadar keputusan ekonomi, tetapi juga wujud keberpihakan terhadap rakyat pekerja dan industri nasional.

Pemerintah menunjukkan bahwa kebijakan fiskal dapat dijalankan dengan hati — menjaga penerimaan negara tanpa mematikan sektor produktif.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *