Revisi UU P2SK 2025 dorong BI lebih pro-growth dan perkuat koordinasi KSSK untuk capai target pertumbuhan ekonomi 8%.
TradeSphereFx – Revisi UU P2SK menjadi salah satu isu strategis pada 2025, terutama di tengah upaya pemerintahan Prabowo-Gibran mengejar target pertumbuhan ekonomi 8%. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa secara terbuka menyambut baik arah revisi regulasi ini, karena dipandang mampu memperkuat koordinasi lintas lembaga keuangan negara, sekaligus mendorong Bank Indonesia (BI) lebih aktif dalam kebijakan pro-growth. Perubahan mandat BI dari sekadar menjaga stabilitas menuju motor pertumbuhan menjadi sorotan utama.
Revisi UU P2SK bukan sekadar penyempurnaan teknis, melainkan penataan ulang fondasi kebijakan moneter, fiskal, dan stabilitas sistem keuangan agar lebih sinkron menghadapi tantangan ekonomi global dan domestik. Pada saat Indonesia memasuki fase pemulihan struktural, harmonisasi kebijakan menjadi sangat penting.
Revisi UU P2SK sebagai Instrumen Penguatan Sektor Keuangan
Revisi UU P2SK hadir untuk memperkuat kerangka kebijakan sektor keuangan, tidak hanya untuk stabilitas, tetapi juga untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Dalam draft yang dibahas DPR, terdapat penguatan mandat BI agar aktif menciptakan iklim ekonomi yang kondusif untuk sektor riil, pembiayaan produktif, dan penciptaan lapangan kerja.
Mandat Baru: Penguatan Sektor Riil sebagai Fokus
Mandat BI dalam revisi ini mewajibkan kebijakan moneter dan makroprudensial untuk mendukung:
- Penyaluran pembiayaan bagi sektor riil
- Perluasan kesempatan kerja
- Kondisi ekonomi yang stabil dan pro-investasi
Perubahan ini menandai pergeseran paradigma. Jika sebelumnya BI fokus pada stabilitas harga dan nilai tukar, kini lembaga tersebut akan menjadi mitra aktif dalam mendorong pertumbuhan berkelanjutan. Dengan mandat pro-growth, sinkronisasi kebijakan diharapkan bisa berjalan lebih cepat dan efektif.
Purbaya: Revisi UU P2SK Jadikan BI Lebih Pro-Growth
Pada ajang Financial Forum di Bursa Efek Indonesia (BEI), Menkeu Purbaya menegaskan dukungannya terhadap revisi UU P2SK. Menurutnya, perubahan ini adalah langkah strategis yang akan menata ulang pola koordinasi fiskal-moneter.
Gambar ilustrasi:
alt: purbaya yudhi sadewa mendukung revisi uu p2sk
Dalam paparannya, Purbaya menyebut Kemenkeu, BI, OJK, dan LPS selama ini kerap bekerja dalam koridor masing-masing. Dengan revisi UU P2SK, batasan itu akan mencair, sehingga diskusi lintas lembaga menjadi lebih terbuka dan solutif.
“Mesin Ekonomi Tidak Bisa Hanya Mengandalkan Fiskal”
Purbaya mencontohkan bagaimana kebijakan fiskal tidak cukup untuk mendorong pertumbuhan tinggi. Ia mengatakan, ketika Kemenkeu melakukan injeksi kas dan stimulus, dukungan moneter harus bergerak sejalan.
Ia menilai, dengan revisi UU P2SK, kebijakan BI akan dapat lebih selaras dalam mendukung pertumbuhan, bukan hanya menjaga stabilitas. Sinkronisasi yang lebih erat akan mempercepat tercapainya target ekonomi 8%.
Dinamika KSSK: Menghapus Sekat Antar-Lembaga
Revisi UU P2SK juga akan memperkuat posisi Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang terdiri dari Kemenkeu, BI, OJK, dan LPS. Perubahan ini mendorong setiap lembaga untuk mengutamakan kolaborasi dibanding pembatasan kewenangan.
“Tidak Ada Lagi Kalimat ‘Ini Daerah Kami’”
Purbaya mengingatkan bahwa selama ia memimpin LPS, pembagian wilayah kewenangan sering menghambat diskusi. Namun dengan revisi UU P2SK, setiap lembaga akan ikut bertanggung jawab terhadap tujuan besar ekonomi, bukan hanya fokus pada area masing-masing. Koordinasi yang lebih cair ini diyakini akan mempercepat respons kebijakan terhadap situasi ekonomi yang cepat berubah.
Kasus SRBI: Contoh Pentingnya Harmonisasi Kebijakan
Kasus Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) menjadi ilustrasi konkret mengenai pentingnya harmonisasi fiskal-moneter. SRBI dibuat untuk menyerap likuiditas, namun dampaknya mempengaruhi pertumbuhan base money atau uang beredar.
Base Money Melambat Imbas SRBI
Pertumbuhan uang beredar (M0) tercatat:
- 13% pada September 2025
- 7% pada Oktober 2025
Padahal pada periode yang sama, pemerintah mengalirkan Rp200 triliun kas ke sistem perbankan. Penyerapan likuiditas oleh SRBI membuat dampak kebijakan fiskal tidak optimal.
Langkah Korektif Purbaya
Untuk mengatasi pelambatan M0, Purbaya memindahkan Rp76 triliun dari kas pemerintah di BI ke Himbara agar sirkulasi uang lebih longgar. Kasus ini menjadi bukti nyata bahwa harmonisasi kebijakan sangat penting, dan revisi UU P2SK akan menjadi dasar hukum untuk menyusun langkah yang lebih kompak.
Dampak Revisi UU P2SK bagi Target Pertumbuhan Ekonomi 8%
Revisi UU P2SK akan membuat kebijakan moneter lebih adaptif, terutama dalam menjaga keseimbangan antara stabilitas dan pertumbuhan.
Kebijakan Moneter yang Lebih Pro-Growth
Dengan ketentuan baru, BI dapat:
- Menyesuaikan suku bunga lebih cepat
- Mendorong penyaluran kredit produktif
- Mendukung pembiayaan sektor riil
- Menjaga stabilitas pasar keuangan
Efek Jangka Menengah bagi Perekonomian
Perbaikan koordinasi fiskal-moneter berpotensi mempercepat:
- Pertumbuhan investasi
- Penyerapan tenaga kerja
- Arus likuiditas ke sektor perbankan dan industri
- Stabilitas sektor keuangan
Sinergi kebijakan yang lebih utuh akan menjadi pilar menuju pertumbuhan ekonomi 8%.
Prospek 2026: Tantangan dan Peluang
Meski revisi UU P2SK membawa optimisme, tantangan tetap mengintai.
Tantangan yang Harus Diwaspadai
Sejumlah isu berpotensi menahan laju pemulihan:
- Tekanan inflasi global
- Volatilitas harga energi
- Ketidakpastian pasar keuangan
- Kapasitas penyerapan fiskal daerah
Peluang Pendalaman Kolaborasi Lembaga Keuangan
Di sisi lain, revisi UU P2SK membuka ruang baru untuk kebijakan yang lebih terpadu. Jika KSSK mampu menjalankan peran koordinatif secara konsisten, Indonesia bisa memperkuat fondasi ekonomi dan membuka fase akselerasi pertumbuhan jangka panjang.
Revisi UU P2SK menjadi momentum penting dalam memperkuat sistem keuangan dan meningkatkan efektivitas BI sebagai motor pertumbuhan. Purbaya menilai perubahan ini tidak hanya membuat BI lebih pro-growth, tetapi juga mendorong koordinasi lebih erat antara Kemenkeu, BI, OJK, dan LPS. Dengan harmonisasi kebijakan yang lebih solid, Indonesia memiliki peluang besar memasuki fase pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, stabil, dan inklusif pada 2025–2026.
One thought on “Revisi UU P2SK 2025 Perkuat Mandat BI Pro-Growth”