Aturan baru OJK mewajibkan sistem co-payment pada asuransi kesehatan untuk mencegah fraud dan menekan premi. Simak manfaat dan dampaknya bagi nasabah!
TradesphereFx – Industri asuransi Indonesia tengah memasuki babak baru dalam pengelolaan risiko. Aturan baru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Surat Edaran (SE) OJK No. 7/2025 mewajibkan penerapan sistem co-payment dalam produk asuransi kesehatan. Langkah ini diyakini bisa mengurangi potensi fraud, mencegah moral hazard, dan menekan lonjakan premi di masa depan.
Dalam konferensi pers Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Direktur Eksekutif AAUI Cipto Hartono menyampaikan bahwa skema co-payment menjadi instrumen penting untuk menciptakan ekosistem asuransi yang lebih berkelanjutan. Menurutnya, co-payment akan mendorong nasabah untuk lebih bertanggung jawab dalam memanfaatkan manfaat asuransi, serta membuat industri lebih tahan terhadap tekanan biaya klaim.
“Misalnya ada kasus di mana satu orang bisa berobat sampai 80 kali dalam setahun. Ketika ditelusuri, bukan karena penyakit berat, tapi karena merasa rugi kalau tidak pakai. Nah, ini bukan fraud, tapi moral hazard,” ungkap Cipto.
Apa Itu Co-Payment dan Bagaimana Mekanismenya?
Secara umum, co-payment adalah sistem pembagian biaya antara perusahaan asuransi dan nasabah. Dalam SE OJK 7/2025, perusahaan asuransi wajib menetapkan minimal 10% biaya pengobatan ditanggung oleh nasabah dari total klaim yang diajukan. Artinya, nasabah harus ikut membayar sebagian kecil dari tagihan meski memiliki polis asuransi aktif.
Namun, aturan ini juga dilengkapi dengan batas maksimal beban nasabah untuk menjaga keterjangkauan:
- Maksimal Rp300.000 per klaim untuk rawat jalan
- Maksimal Rp3.000.000 per klaim untuk rawat inap
Skema ini berlaku khusus untuk produk:
- Asuransi Kesehatan dengan prinsip ganti rugi (indemnity)
- Produk dengan sistem managed care tingkat lanjutan
Namun dikecualikan untuk produk asuransi mikro, yang menyasar masyarakat berpenghasilan rendah.
Mengapa Co-Payment Diperlukan?
Cipto menjelaskan bahwa salah satu tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk mengurangi fraud dan penyalahgunaan klaim. Fraud dalam konteks asuransi bisa berasal dari berbagai pihak: nasabah, penyedia layanan kesehatan, maupun pihak internal perusahaan asuransi.
Dengan adanya co-payment, nasabah cenderung lebih selektif dan rasional dalam memanfaatkan manfaat asuransi. Hal ini membantu mengurangi biaya-biaya tidak perlu yang pada akhirnya akan membebani industri dan memicu kenaikan premi.
“Ketika orang merasa ‘sudah dilindungi sepenuhnya’, ada kecenderungan untuk menggunakan asuransi bahkan untuk kebutuhan yang tidak mendesak. Ini yang kami sebut sebagai moral hazard,” tegas Cipto.
Dampak Positif: Premi Bisa Lebih Terkendali
Salah satu kabar baik dari implementasi sistem ini adalah potensi penurunan atau perlambatan kenaikan premi asuransi. Cipto menyebutkan bahwa dengan sistem co-payment, perusahaan asuransi bisa mengelola klaim lebih baik sehingga tidak perlu menaikkan premi secara agresif setiap tahun.
“Mungkin selisihnya bisa lebih murah 3 sampai 5 persen dibandingkan jika tidak ada co-payment. Tapi tentu ini tergantung profil risiko masing-masing nasabah,” jelasnya.
Walau demikian, ia mengingatkan bahwa tidak semua premi otomatis turun. Bagi nasabah dengan premi yang sudah tinggi akibat klaim sebelumnya, penurunan mungkin tidak langsung terasa. Namun, risiko lonjakan premi ke depan bisa ditekan.
Peran OJK: Pengawasan Lebih Ketat
Selain mewajibkan skema co-payment, OJK juga memberikan wewenang audit terhadap proses deteksi fraud yang dilakukan oleh perusahaan asuransi. Ini memastikan bahwa perusahaan memiliki sistem dan mekanisme yang benar-benar efektif dalam mencegah penyimpangan.
Proses ini bukanlah hal baru bagi perusahaan asuransi besar. Namun dengan aturan baru ini, pengawasan menjadi lebih terstruktur dan formal, serta mendorong transparansi dan akuntabilitas yang lebih tinggi.
Bagaimana Nasabah Harus Menyikapi Ini?
Bagi masyarakat, penerapan skema co-payment bukan berarti perlindungan berkurang, melainkan menandai perubahan paradigma dari “gratis total” menjadi “proteksi bertanggung jawab”. Dengan biaya yang relatif kecil, nasabah tetap mendapatkan perlindungan signifikan namun juga diajak untuk mempertimbangkan urgensi pengobatan.
Nasabah juga diimbau untuk memahami betul isi polis dan menyesuaikan ekspektasi terhadap manfaat, serta tetap menjaga pola hidup sehat agar tidak terlalu sering mengakses manfaat asuransi.
Menuju Ekosistem Asuransi yang Lebih Sehat
Langkah OJK dan industri asuransi menerapkan co-payment merupakan bagian dari strategi jangka panjang untuk menyeimbangkan kepentingan nasabah dan perusahaan asuransi. Dengan sistem ini, diharapkan asuransi kesehatan menjadi lebih berkelanjutan, adil, dan mampu menjangkau lebih banyak lapisan masyarakat.
Apabila implementasi berjalan lancar, masyarakat Indonesia akan menikmati perlindungan kesehatan yang lebih stabil dari sisi premi dan lebih terkontrol dari sisi manfaat.
One thought on “Terungkap! Skema Co-Payment Bisa Turunkan Premi dan Cegah Penyalahgunaan Asuransi Kesehatan”