YLKI Desak OJK Cabut Aturan Co-Payment Asuransi yang Beratkan Konsumen

YLKI

YLKI mendesak OJK untuk mencabut, bukan hanya menunda, aturan co-payment asuransi kesehatan yang dinilai memberatkan nasabah. Kebijakan ini dianggap tidak melibatkan masyarakat dan berpotensi merugikan konsumen.

TradeSphereFX – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mencabut aturan mengenai sistem co-payment dalam asuransi kesehatan. Aturan ini mewajibkan nasabah untuk menanggung sebagian klaim biaya pengobatan—sebesar 10 persen dari total klaim—yang dinilai justru menambah beban konsumen di tengah situasi ekonomi yang masih belum stabil.

Alih-alih ditunda seperti kesepakatan antara OJK dan Komisi XI DPR RI dalam rapat yang berlangsung pada Senin, 30 Juni 2025, YLKI menegaskan bahwa aturan tersebut harus dibatalkan sepenuhnya karena tidak sesuai dengan prinsip perlindungan konsumen.

“Penundaan saja tidak cukup. Ini menyangkut kontrak awal dalam polis asuransi yang sudah disepakati konsumen dan penyedia asuransi. Kebijakan ini membuat konsumen ragu untuk melanjutkan polis mereka,” ujar Sekretaris Eksekutif YLKI, Rio Priambodo, dalam pernyataan tertulis yang diterima Tempo, Rabu, 2 Juli 2025.

Kritik Pedas dari YLKI Kebijakan Tidak Pro Konsumen

YLKI menilai kebijakan co-payment hanya akan menguntungkan industri asuransi, sementara konsumen harus menanggung risiko finansial tambahan. Rio juga menyoroti bahwa selama ini konsumen sering menghadapi kendala dalam proses klaim, baik karena prosedur yang rumit maupun layanan rumah sakit yang belum optimal.

“Jika ingin memperbaiki sistem asuransi, OJK seharusnya fokus pada persoalan mendasar seperti efektivitas proses klaim, transparansi manfaat, dan layanan kesehatan yang terintegrasi dengan asuransi,” jelasnya.

OJK Dinilai Tak Libatkan Publik dan DPR

Kritik juga datang dari DPR. Dalam rapat dengan OJK, anggota Komisi XI DPR RI Eric Hermawan menilai bahwa kebijakan co-payment dibuat tanpa melalui proses dialog yang transparan dengan masyarakat. Ia bahkan menyebut kebijakan ini tidak memiliki approach rakyat, dan hanya menguntungkan industri.

“Rakyat harus ditanya terlebih dahulu, apakah setuju dengan sistem co-payment? Ini bukan hanya soal teknis, tapi menyangkut beban ekonomi masyarakat,” kata Eric.

Sementara itu, Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun meminta agar OJK tidak hanya menerbitkan aturan ini dalam bentuk Surat Edaran (SE), tapi harus diubah menjadi regulasi resmi berbentuk Peraturan OJK (POJK) yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan publik.

OJK Mengalah, Siap Tunda Hingga 2027

Menanggapi tekanan dari DPR dan publik, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian OJK, Ogi Prastomiyono, menyatakan bahwa pihaknya akan menuruti permintaan DPR untuk menunda penerapan aturan co-payment hingga 2027. Namun, belum ada pernyataan resmi apakah aturan ini akan sepenuhnya dicabut seperti yang diminta YLKI.

Industri Asuransi “Klaim Meningkat Tajam”

Dari sisi industri, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menyebut bahwa kebijakan co-payment dibuat untuk merespons kenaikan signifikan dalam jumlah klaim asuransi kesehatan dalam beberapa tahun terakhir, khususnya setelah pandemi.

“Klaim asuransi kesehatan meningkat drastis dari tahun ke tahun. Pada 2021, total klaim sebesar Rp 12,11 triliun, lalu naik menjadi Rp 16,67 triliun pada 2022, dan melonjak ke Rp 20,77 triliun di 2023. Di 2024 bahkan mencapai Rp 24,18 triliun,” ujar Dian Budiani, Kepala Departemen Klaim dan Manfaat AAJI.

Kenaikan klaim ini dinilai membebani perusahaan asuransi, dan co-payment dianggap sebagai salah satu solusi untuk menyeimbangkan beban risiko antara perusahaan dan nasabah.

YLKI Minta Konsumen Dilibatkan dalam Proses Kebijakan

YLKI menekankan bahwa kebijakan yang menyangkut hak dan kewajiban konsumen seharusnya dibahas secara inklusif dengan melibatkan perwakilan konsumen, asosiasi pengguna, dan pihak-pihak independen. Proses pengambilan keputusan yang tertutup dikhawatirkan akan menurunkan kepercayaan publik terhadap sistem perasuransian nasional.

“Jika OJK ingin menjaga marwahnya sebagai lembaga yang adil dan profesional, maka transparansi dan partisipasi publik harus menjadi prioritas utama,” tegas Rio.

Jalan Panjang Menuju Regulasi yang Adil

Kebijakan co-payment asuransi kesehatan masih menyisakan polemik besar antara regulator, pelaku industri, dan masyarakat. Penundaan hingga 2027 mungkin bisa menjadi solusi sementara, namun tidak akan menyelesaikan akar masalah jika konsumen tetap tidak dilibatkan dalam proses perumusan kebijakan.

YLKI menuntut lebih dari sekadar penundaan: mereka meminta keadilan, perlindungan konsumen, dan reformasi menyeluruh dalam sistem perasuransian Indonesia. Apakah OJK akan mendengar suara rakyat atau tetap berpihak pada industri? Hanya waktu yang akan menjawabnya.

One thought on “YLKI Desak OJK Cabut Aturan Co-Payment Asuransi yang Beratkan Konsumen

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *